A Bouquet Of Violet Roses For You, Mother Poem by Hilda Rumambi

A Bouquet Of Violet Roses For You, Mother

Rating: 4.0

Bunda,
Hari ini adalah hari peringatan perjuangan beribu-ribu,
tidak..berlaksa-laksa,
bahkan berjuta-juta manusia

Untuk pembebasanmu yang telah berlangsung 66 tahun lamanya
Dan hari itu tiba, Bunda.
Kembali diri ini terkenang
Segala daya raga, perjuangan penuh darah dan airmata

Dari seluruh anak-anak pembebas
Dari tanah-tanah
Dari pulau-pulau
Dari puak-puak

Yang tak mengenal satu sama lain
Berbeda zaman dan masa
Telah mereka lakukan dengan ikhlas dan rela
Demi membebaskanmu dari penjajahan, Bunda

Seluruh cerita mereka tertulis dalam kitab-kitab perjuangan
Telah dibaca oleh anak cucumu sampai hari ini
Dikagum dan hormat oleh segenap rakyat dan dunia
Wahai Bunda, kuberikan padamu hari ini

Dengan rasa hati penuh luka
Sepenuh-penuhnya menangis
Bersusah hati berlinang air mata…
Mendendang kidung lara nan nestapa
Untuk bundaku tercinta:

“…kulihat ibu pertiwi sedang bersusah hati
air matamu berlinang mas intanmu terkenang
hutan gunung sawah lautan simpanan kekayaan
kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa…”

Benar, Bunda sayang…
kuberikan dia, karena melihat bunda menangis,
semua kekayaanmu, mas intan, hutan, gunung, sawah dan lautan
semuanya hampir punah dan habis

direnggut tikus-tikus kotor dan rakus
yang tidak pernah merasa kenyang…
mereka ada dimana saja Bunda
di pulau-pulau,
di desa-desa

sampai ke kota-kota
mereka telah menguasai rumah kita…
Bundaku sayang…
kuberikan dia bagi bunda tanda lara
karena anak-anakmu disini mati kelaparan,

walau padimu berlimpah-limpah di lumbungmu
karena anak-anakmu tidak bisa melanjutkan sekolah,
walau ada aturan 9 tahun pendidikan gratis
karena anak-anakmu banyak yang mati sakit,
walau telah banyak dokter dan rumah-rumah sakit

karena pemimpin-pemimpinmu tidak punya hati
menjajah kembali anak-anakmu dengan mencuri uang mereka
Aah Bunda…
6 pemimpin telah memimpin rumah ini
Namun kami tetap merasa tidak terbebaskan

Karena pemimpin yang tidak peduli
Dengan penderitaan anak-anakmu
Walau mereka telah berteriak-teriak hingga parau
Teruna-terunamu hampir setiap hari turun ke jalan
tuk mengetuk hati nurani mereka

Namun mereka melenggang tak peduli
Dan berjalan seakan kami hanya seonggok daging tanpa jiwa
Dan kembali tikus tikus rakus itu menggerogoti kekayaanmu
Tanpa malu, berkongsi, bersekongkol, berkomplot…

Mencuri dan mencuri lagi…
Tanpa ampun….
Bunda,
hari ini kami ikut merasakan pedih perih hatimu

Melihat hancurnya rumahmu perlahan-lahan
Pondasi sudah goyah,
Dinding-dinding dimakan lumut,
Lantaimu pun berdebu tak pernah disapu

Ah,
tiada lagi pemimpin yang mampu bangkit
Penuh keberanian,
penuh kharisma,
penuh ketegasan dan keadilan
dan menjadi panutan negeri

sampai kapan anak-anakmu harus berharap
akan datangnya hari pencerahan itu?
Dimana kami merasa benar-benar bebas merdeka
Dan nyaman tinggal di rumahmu

Sehat, sejahtera, adil dan makmur
Seperti impianmu dahulu pada saat membangun rumah ini
ya Bunda,
semoga Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sahrir dan Tan Malaka
mengampuni anak-anakmu, Bunda

karena tidak mampu menjaga rumahmu dan penghuninya dengan baik
dan tidak mampu menyenangkan hati Bunda…
sehingga hari ini, engkau harus menangis lagi
Maaf Bunda,

Terimalah seikat mawar ungu ini,
Untukmu, Bunda….

COMMENTS OF THE POEM
READ THIS POEM IN OTHER LANGUAGES
Close
Error Success