Menjelang Senja Di Manakala Poem by Titon Rahmawan

Menjelang Senja Di Manakala

Jelas bukan mulut manis yang sanggup menelan seribu duri landak yang layak menduduki puncak gelas seperti kristal yang berdenting nyaring di tengah hingar-bingar kesunyian ini.

Bukan juga hati yang lapang seluas samudra dan telah menenggelamkan seribu kapal di Segitiga Bermuda yang mereka ijinkan mencampurkan gula, susu dan es batu menjadi satu.

Bukan pula degup jantung yang mengandung kejengkelan dan kedengkian yang melahirkan amarah setelah dua jam mendengar sumpah-serapah yang mendadak tumpah di atas meja.

Jelas bukan tajam tatapan mata yang saling berebut menitikkan hujan kesorean lewat kaca jendela dan mengebulkan asap serupa kabut dari ruap coffee macchiato namun justru menebalkan rasa hausmu.

Melainkan hanya telinga yang makin menebal oleh dusta dan caci-maki tertahan oleh langit mendung dan teriakan petir yang menggelegar pada kudapan snack platter di atas pinggan.

Sebab cuma lidah yang murah dan lincah berbasa-basi tapi tak mampu menenggang perasaan orang yang semestinya pergi meninggalkan ruang 24 meter persegi yang jadi berasa gerah dan terlalu sempit ini.

Tak hanya tubuh tanpa kepala dan tanpa pikiran yang bisa duduk seenaknya. Bicara suka-suka tanpa rasa segan dan mau mengangkangi seluruh cafe yang telah berubah menjadi ajang pertempuran dan pembantaian.

Hanya ada kematian di Kurukshetra. Tak akan kalian temukan satu pun nafas kehidupan. Tak!

COMMENTS OF THE POEM
READ THIS POEM IN OTHER LANGUAGES
Close
Error Success