Nurcahyani 4
Dalam kemuliaan kerudung mu
kutulis berlembar puisi buatmu
dan aku menenggelam
dalam pencarian. di kedalaman
yang semakin membuatku jauh
dari logika hingga fikiran lepas
dari batas
Nur, aku ingin menangkap beberapa biji mutiara
meski mata bermerah lelah, merasakan keras
gelombang ingatan membentur birahi yang terselip
hingga aku terombang-ambing pada bias hasrat
seperti gurita muncratkan hitam pada pandang
engkau dimana? tapi aku harus menyelam lagi
Nur, aku mengapung di hari pagi
arus ini harus menuju pantaimu.
tahukah engkau, aku terkulai di tepian
dan tangan genggam bijibiji mutiara
mungkin habis daya semalam
dan engkau datang dengan secangkir kopi
lalu wajah putihmu laksana cahaya bulan
yang menangis di jendela kamar
dan engkau tak asing bagiku
meski belum pernah berumah
di pantaimu.teringat seribu rayumu
agar singgah di kesepian. kurasa syahwat sekejab
dari bujang yang rasakan 1000 pulau perawan
dan pantai tak terjaga puluhan pelayar
dan kesadaranku terampas riuh camar
jilat ombak tenggelamkan genggam tangan
dan tangan tak genggam mutiara lagi.hilang.
tapi camar tak mungkin mencuri karena jijik
pada kulit kerang. barangkali engkau saat lengahku
Nur, aku berlari menuju rumahmu
bukan buat mengambil mutiara
tapi melihat engkau mengalungkannya
di jenjang leher dan membawa berjalan
di warung-warung hingga pelayar terkagum
dan engkau menjadi pucuk kerinduan
tapi langit telah memesan tenda panjang
depan rumahmu dan engkau duduk di kursi pengantin
dalam senyum purnama tanggal 15, tak ada pendamping
di sampingmu hanya gemerlap janur kuning dan riuh
anak-anak mengaji. sebentar lagi pangeran matahari datang
dari seberang negeri
Nur, aku akan menulis puisi lagi buatmu
namun ku ingin engkau bacakan puisiku
pada pernikahanmu. dan biarlah ombak
menyeretku kembali ke laut.aku kembali
menyelam di dalamnya. lebur, lenyap.
dan sebuah istana menantiku dalam kedalaman
Bekasi,30032009
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem