Galeri itu panjang tak berliku...
Aku terpaku pada sudut satu ruang....
Galeri ini penuh rahasia seperti dalamnya jurang....
Gulita, hanya lukisan itu membawa terang...
*****
Tercampak kembali dalam lukisan itu....
Untaian simphony itu menari ringkai membelenggu...
Aku risau dalam waktuku yang terbuang....
Mengayam mimpi dengan alang-alang....
******
Aku lihat dia disana, sibuk melukis bulan biru...
Bulan itu diterpa awan tanpa noda....
Bulan meninggi diantara semak belukar belantara....
Dia duduk bagai pertapa, melukis tanpa ringkuh...
******
Aku mendekat, tercekat, 'jangan kau lukis bulan itu'...
Dia memandangku tanpa selera, diam, tercekam...
'Sudah berapa banyak orang melukis bulan? ' kataku pasrah...
'Setiap bulan yang kulukis berbeda' dia menjawab lemah...
*****
Tak lama beberapa pengunjung mendekat....
Dia tetap melukis bulan biru tanpa noda....
Aku tak pernah tahu apa itu bakat...
Atau tak lebih dari hanya sebuah tekad...
*****
Kususuri malam dengan mataku....
Galeri kembali penuh dengan pengunjung bisu....
Dia tetap melukis terpaku pada bulan biru....
Ah, mimpi sudah lama pergi dari hidupku....
****
Aku tak mau berteman dengan mimpi....
Semua itu hanya membuat sakit hati...
Dunia ini tak lebih dari garis tegas tanpa bunyi....
Hingar bingar mimpi itu tak lebih dari simphony halusinasi....
*****
Kulirik pelukis itu dengan takjub merona...
Sudah tiga lukisan bulan biru tergeletak didepannya...
Di sudut bibirnya seulas senyum bertahta...
Seolah-olah bulan biru itu bercerita padanya....
*****
Kutelusuri kembali malam dengan desahku....
Pelukis itu semakin menggangguku...
Kenapa dia begitu percaya dengan karyanya....
Oh aku bagai putri buruk rupa, berharap dia mendapat bala....
*****
'Kau membuang waktu' kataku tak sabar...
'Tak akan ada orang yang mau membeli lukisan bulan kedinginan' sungutku...
Dia memandangku lemah, selemah genggaman pada lukisannya....
'Makanya jangan bermimpi' sergahku dalam hati...
******
Tak lama, dentang kaki mendekat bagai lonceng istana bunga...
Aku tahu, keajaiban yang ditunggunya telah tiba....
Secepat itu, tiga lukisan berpindah empunya....
Aku terbakar bagai musang tersiram bara....
******
'Kau menang, ada yang membeli lukisanmu' kataku lemah...
'Waktumu tidak sia-sia melukis bulan biru itu' desahku lunglai....
Dia menatapku terpana 'aku tidak melukis untuk mereka' katanya...
'Aku melukis karena bulan biru adalah mimpiku, angan-anganku'...
*****
Dia berkata tanpa ragu 'Untuk sebuah mimpi, tidak ada yang percuma'...
Ingatlah kataku, ketika waktu seolah-olah tak berpintu..
Atau waktu kau merasa terkurung dalam sebuah ilusi semu...
Aku termangu dalam rindu akan mimpiku...
Mungkinkah mimpi kembali menjadi sahabatku? ...
*******
Copyright @ Eva Clara Harahap 'July 2011.
*******
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem