Dalam keremangan malam di bibir jurang....
Dia memutuskan pergi ke pulau seberang....
Memikul mimpi diantara bilah-bilah karang....
Aku hanya seorang wanita yang tak mampu berbilang....
*****
Panen padi akan mulai bersemi dalam bilangan hari....
Tapi yang kunanti tak kunjung menepi...
Walau bersama hangat pagi, sudah kusiapkan secangkir kopi...
Dia masih saja menghilang tergerus mimpi...
*******
Lepas tawa kanak-kanak itu begitu rupa...
Hanya itu yang mereka punya...
Karena hanya itu yang tersisa...
Membuatku enggan memanggil duka....
******
Kembali aku memanggil bulan separuh....
Diatas perigi bulan itu terasa begitu jauh...
Bulanpun tak mampu meredakan resah...
Mungkin dengan menunggu, nasib akan mengalah....
*****
Ingin kupulangkan nasib ke rimba raya...
Agar tak ada yang punya...
Biarlah nasib ini dimakan lintah....
Supaya lekas hidupku berubah...
*****
Tapi bulan itu tak pernah jauh dari perigi...
Mungkin sudah lama dia menumpulkan gigi....
Seperti aku yang kerap melipat nyali....
Menyimpannya jauh ke sudut lemari....
*****
Tawa kanak-kanak itu sudah reda...
Haripun sudah beranjak senja....
Tak tahu kemana larinya masa....
Mungkin bersamaku merenung di pinggir jendela....
******
Ah Jendela, dia satu-satunya di hidupku yang terbuka...
Seperti harap yang menunggu si penakluk mimpi tiba...
Karena bagiku mimpi sudah bagai peti mati...
Lebih baik dikubur, daripada bikin jantung berhenti....
******
Panen tiba dengan sukacita....
Dia meminta aku kembali mengejar mimpi....
Aku berkata pelan 'Aku akan pergi, sendiri'...
'Ketika bulan tak lagi bersemayam di pinggir perigi'...
*****
Copyright @ Eva Clara Harahap'July 2011
*****
PS. Upon the enjoyment of our painting collections.
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem