Romansa Sonambulo (Indonesian) Poem by Imam Setiaji Ronoatmojo

Romansa Sonambulo (Indonesian)

by FEDERICO GARCIA LORCA
translated by IMAM SETIAJI RONOATMOJO

Hijau, betapa aku ingin dikau hijau. Angin yang hijau. Ranting yang hijau. Kapal yang melayari samudera. dan kuda yang meringkik di pegunungan. Dengan naungan bayang-bayang di pinggang. Gadis itu bermimpi di balkon, tubuh yang hijau, rambut hijau, dengan mata perak dingin. Hijau, betapa aku ingin dikau hijau. Dibawah rembulan gipsi, semua menyaksikannya tetapi ia tak akan bisa melihat mereka.

Hijau, betapa aku ingin dikau hijau. Lintang kemukus beku datang, dengan ikan bayang-bayang yang membuka jalan fajar. Angin bersama pohon Ara yang menggosok dengan amplas cabangnya, dan hutan, kucing licik, serat bulu yang rapuh. Tapi siapa yang hendak datang? Dan dari mana? Gadis itu masih (diam) di balkon. Tubuh yang hijau, rambut yang hijau, bermimpi di laut kesedihan.

- Temanku, Aku ingin tukarkan kudaku untuk rumahnya, pelanaku untuk cerminnya, pisauku untuk selimutnya. Temanku, aku datang terluka dari gerbang Cabra.
- Jika mungkin, sobat, aku akan membantumu dalam perniagaan ini. Tapi sekarang apa dayaku, rumahku sekarang bukan milikku,
- Temanku, aku ingin rebahkan diri di ranjangku. Dari besi, jika memungkinkan, dengan selimut dari sutra halus. Tidakkah kau lihat lukaku dari dada sampai ke kerongkongan?
- Pada kemeja putih yang kau kenakan telah tumbuh mawar coklat gelap. Noda darah membercak dan lari ke sudut sabukmu. Tapi sekarang aku bukanlah aku, rumahku bukan milikku sekarang.
- Rumahku, biarkan aku naik, setidaknya, sampai ke balkon tinggi; Biarkan aku naik! Biarkan aku, sampai dengan balkon hijau. Pagar bulan di mana air bergemuruh.

Dua sahabat kini naik menuju balkon. Meninggalkan jejak darah. Meninggalkan jejak air mata. Bel anggur logam gemetar di atap. Ribuan rebana kristal berpendaran pada cahaya fajar.

Hijau, betapa aku ingin dikau hijau, hijau angin, hijau ranting. Kini dua sahabat memanjat naik. Angin beku tinggalkan mulut mereka, sebuah rasa aneh empedu, semriwing, dan daun kemangi Temanku, di manakah dia?
- katakan - di mana gadis malang itu? Berapa kalikah dia telah menunggumu? ! Berapa kalikah dia akan menunggumu, wajah dingin, rambut hitam, di balkon hijau ini! Dari getar mulut gadis gipsi, tubuh yang hijau, rambut hijau, dengan mata perak dingin. Beku es dari bulan di atas air. Malam menjadi intim seperti plasa. Sedikit mabuk oleh 'Guardias Civiles' yang menggedor pintu. Hijau, betapa aku ingin dikau hijau. Hijau angin. Hijau ranting. Kapal melayari samudera. Dan kuda meringkik di pegunungan.

COMMENTS OF THE POEM
Gajanan Mishra 03 July 2013

sorry, I failed to understand.

0 0 Reply
READ THIS POEM IN OTHER LANGUAGES
Close
Error Success