Dipelosok bumi jalan nasib memperkokoh lengan lengan besi, lelaki matahari
Menyeruak ke segenap penjuru angin yang menerpa gugusan tebing waktu
Entah pada ledakan ke berapa tanah mengelupas, lembar lembar bebatuan,
Darah tubuh menghitam, turut menjadi hitam batu bara. Tak ada istirah.
Jejak ini telah kami tandai sebagai kehidupan untuk hari ini sampai habis
Menemukan jilatan api perkasa dari tubuh tubuh alam yang menjulang,
Di angkasa bara dinyalakan langit ke arah senjahari, dimana usia menanti sendiri.
Lelaki lelaki berlengan logam, merah padam wajah dibakar udara. Selesaikan!
Mata. Sorot mata menolak keteduhan bahkan kelembutan sinar pepohonan
Memburu siapakah langkah bergegas. Di burukah ia yang mengendap disana
Di pelosok hutan dan jurang jurang. Segala mengering sudah. Menjelma debu
Menciptakan segala kelabu. Siapa menyisakan bara di jantung bumi ini, ia nanti
Diburu api! Sampai hangus setiap desah nafasmu. Meleleh hinggaa pedih usai.
Lelaki lelaki dengan senyum besi. Memucat senyumnya ke palung sepi
Meski hidupmu dan hidupku lebih membara dari api. dekapan lebih sunyi
Selesaikan! Sesal tak datang tak pergi. Jari tangan terkepal di luar cahaya.
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem