I)
Tepung adonan yang telah dicetak
Biarkan mengembang dalam panas
puluhan derajet melelehkan
Bila terlihat memerah bagai surut surya
keluarkan dari nyala api
ada harum mengikis hasrat kenyang
Lalu adakan pesta kecil tanpa lilin
hanya berharap silau kristal lampu memantul
tahu kenapa para tamu enggan menutup mata
terpandang mulut berlukis putih gula
dan puing keju belanda menggaris
lalu sekejab lidah memberi sentuhan purba
II)
Tak banyak komentar
bila hati mendiamkan kepuasan
sementara remah-remah hanyut
jelajahi lorong gelap pencernaan
jika tiba pada tempat yang semestinya
mestikah kita suarakan lagu kebebasan
tentu saja seribu letusan senapan kompeni
menggemakan tanda akhir buat pesta ini
III)
Barangkali masih tersisa potongan keju
di ujung mulut sementara kita belum menakar
harga kerelaan di setiap cuilan roti
yang harus berdesak-desakan penuhi nafsu perut
Ah dalam masa menunggu sejenak mengembara
pada negeri biru yang senantiasa bersarapan keju
ketika jelang paruh rembulan dengan perlahan
menggusur ingatan kita tentang biji yang telah tertanam
di ladang perut
kita seakan terbiasa pergantian menu
lalu mengabadikan dalam loyang tembaga
yang tak seharusnya menyimpan aroma keju
Bekasi,20-07-2010
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem