Dan pada setiap titik api itu
Serbuk mesiu berlarian mengejar darah
Darah halal yang harus mengucur diatas tanah
Menjadi tinta dan kau tuliskan dalam sebuah persaksian
: akulah yang meniadakan mereka dengan serpihan tubuh ini
Dan pada setiap titik api itu
Air mata dikumpulkan dalam lautan
Dialirkan lewat sungai nil dan amazon
Tentu belum bisa kita padamkan
Setitik api telah mewujud menjadi arwah
Bergentayangan lincah dari satu hotel ke hotel lain
Dan pada setiap titik api itu
Kau memindahkan panas ke hati para manusia
Membentuk gemuruh cerca sepanjang kata
Karena kau dan kita tak juga sama
memanggil syurga dari suara yang berbeda
: kau lebih suka memilih mikrofon dari tulang belulang manusia
Dan pada setiap titik api itu
Ijrail mondar-mandir mencabuti nyawa
Dan kita tak pernah tau dimana ia hinggap
Boleh jadi dalam sebuah tas koper, dalam otak kita
Atau dalam sebait puisi ini.
Bandung,22 Juli 2009
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem