Allahku,
Aku meronta-ronta dalam kesesatanku
dan Engkau datang melawat serta mengingatkanku
akan kasih setiaMu yang telah sekian lama kucicipi.
Aku berteriak: “Mengapa salibku berat? ”
Engkau menjawab:
“Apakah kasihKu tidak cukup untukmu? ”
Aku memberontak: “Mengapa pencobaan ini datang bertubi-tubi? ”
Engkau menegaskan:
“Karena Aku yang memilih engkau, anakKu”
Aku meringis karena kesakitanku, ketidakberdayaanku
dan Engkau mengirim bala bantuanmu
untuk membalut luka jiwa dan ragaku.
Aku merintih dalam kepenatanku
dan Engkau menghadirkan berbagai penopang
ditengah ketidak-berdayaanku.
Aku terduduk diam,
tenggorokanku kering, hatiku hampa
membisu tanpa kata
dan Engkau mengunjungi, mendatangiku
lalu memeteraikanku dengan surat pengukuhan
menyatakan aku layak untuk memasuki
proses pemurnian iman tahap selanjutnya.
Allahku,
sanggupkan aku memohon hikmat dariMu
untuk meraih rupa kebenaran
dari tujuan rancanganMu atas diriku
sehingga saat ini dan yang akan datang,
aku selalu dapat menikmati hari-hari yang kau beri
bersama karunia kasihMu
yang telah jauh-jauh hari sebelumnya tersedia bagiku.
Amin
ps:
Untuk seorang kakak:
Gelombang samudra hidup belum usai kau lalui
Riuh rendah tawa tangis yang ditelan masih harus dilengkapi
Pada saatnya akhir episode terucap tenang kau ingin lewati
Namun rinai coba tak juga menyingkir malu
Seolah tertera lekat dalam nafas
Kapankah akhir hidup manis engkau rasa
Tertatih-tatih kau himpun suara
Terbayang penjara keras hidup tak buat kau lara
Tak kau sudahi mampumu berpikir
Atas hal bukan wilayahmu lagi
Belum selesai sudah rasa asihmu
Serahkanlah segala urusan pada Sang Maha…
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem