Afrizal Malna

Afrizal Malna Poems

i tap my knees, there is a land collapsing. listen.
this land is like a saturday night that has died.
like a river strolling across a bridge. knees are
...

i just mopped the floor. i walk on tiptoe, so that
the floor i just mopped isn't made dirty again
by the soles of my feet. in our room, i see your
...

there is a yellow color spouting in my heart. why
did you come too early and put on those yellow
ears? no. i did not come, not too early, nor did i
put on yellow ears. i'm just the yellow color in
your heart.
...

for 10 days i have been in a train,
returning and going to the same city. in
that train my eyes are always focussed on the
...

i don't believe my own hands, which this morning
burnt hundreds of schools in my own city, schools
for my own children. i don't believe my hands
which lit the flame, i don't believe the flame which
...

aku tak percaya pada tanganku sendiri yang pagi ini
telah membakar ratusan sekolah di kotaku sendiri,
sekolah untuk anak-anakku sendiri. aku tak percaya
pada tanganku yang telah menyalakan api, aku tak
percaya pada api yang telah membakar sekolah itu,
aku tak percaya pada sekolah yang terbakar itu,
aku tak percaya pada peristiwa yang telah
membakar pikiranku, pergi dan tak mau melihatmu
lagi yang penuh dengan kawat berduri di wajahmu.
aku tak percaya berita yang datang dari botol-botol
kecap di warung soto dekat rumahmu.

guru dan murid-murid dilarang masuk ke dalam
sekolah yang terbakar. membiarkan lidah sendiri
menjadi ular di depan cermin. aku tak percaya pada
negeri yang kata-kata telah dibakar. tetapi guru
dan murid-murid tetap memasuki sekolah yang
terbakar itu sambil membawa segenggam tanah
untuk menyelamatkan kapur tulis, dan tetap
menulis bayangan sebuah kebebasan, punggung
dan kakinya dan lehernya. dan papan tulis dari
punggung api. dan api ingin melihat wajahmu, ingin
melihat air mukamu, ingin melihat tatapan matamu.

dan api ingin membuat sebuah kampung, seperti
kampung yang telah melahirkanmu. dan api
menuliskan kembali semua kalimat-kalimat ini
dalam rahim ibumu, sebelum anak-anak pergi ke
jalan, melihat bayangan truk melintas pergi dan
bekas air mata di telapak tangan.
...

aku mengetuk-ngetuk dengkulku, ada tanah
yang berjatuhan. dengar. tanah itu seperti
sebuah malam minggu yang mati. seperti
sungai yang berjalan di atas jembatan. dengkul
tidak seperti kota yang kau bangun di mulut
knalpot. bukan sebuah kebahagiaan yang
berisik seperti kantok plastik, tempat orang
membuang malam dengan bercakap-cakap,
dan mencari sedikit pelukan dari kesepian yang
biasa. pelukan yang biasa. keparat. seperti piring
yang pecah dan meninggalkan lubang hitam di
dalamnya. lalu aku bangkit, dengkulku sudah tak
ada. dengkulku telah pergi dari tubuhku. tubuh
tanpa dengkul itu pun aku buang. aku buang
dekat jendela. aku terkejut. aku berada di mana
kini. di luar jendela atau di dalam jendela. siapa
yang telah dibuang? aku yang telah membuang
tubuhku ke luar jendela, atau jendela itu yang
telah membuangku? bagaimana aku menentukan
arah tanpa bersama tubuhku? lalu kucing berpesta
di malam minggu. membuat negara dari piring-piring
pecah. aku lihat piring pecah di malam minggu. aku
lihat malam minggu pecah di lubang hitam yang mulai
berotot itu. aku dengar dengkulku menyembunyikan
semuanya. tentang tanah yang berjatuhan di atas
bantal tidurmu. tentang korek api dalam tubuhmu.
...

aku baru saja mengepel lantai. aku berjalan dengan
ujung jari-jari kakiku, agar lantai yang baru dipel
tidak kotor lagi oleh telapak kakiku. di dalam kamar,
aku lihat tubuhmu telah menjadi genangan air yang
dasarnya tak bisa kulihat lagi. bagaimana aku bisa
memelukmu kalau tubuhmu telah menjadi air?
bagaimana aku bisa menciummu kalau keningmu
telah menjadi air? aku pikir aku harus menjadi ikan
agar bisa berenang di dalamnya. tapi aku bukan ikan.
ikan juga berpikir dirinya bukan diriku. ikan tidak bisa
mengepel lantai dan berjalan dengan ujung jari-jari
kakinya. aku juga berpikir aku tidak bisa dipancing
seperti ikan lalu dijual di pasar lalu digoreng. ikan
juga berpikir tidak terbayang ada yang mengepel dan
suara tangisan di dasar laut. aku juga berpikir tidak
mungkin ada kehidupan ikan di dalam pikiranku.

aku bukan laut. aku yakin aku bukan laut. ikan juga
tak akan pernah percaya bahwa akhir hidupnya ada
dalam tubuhku. tetapi aku tetap memelukmu. lalu aku
memelukmu. dan aku memelukmu pagi itu. lalu aku
tenggelam. dan aku tenggelam. hati-hati, biarkan aku
tenggelam. biarkan aku menjadi air untuk memanggilmu.
...

ada warna kuning memancar di jantungku. kenapa
kau datang terlalu cepat, dan menggunakan kuping
berwarna kuning? tidak. aku tidak datang dan tidak
terlalu cepat dan tidak menggunakan kuping
berwarna kuning. aku hanya warna kuning di
jantungmu.

kenapa kau memanggilku seperti itu, seperti
membiarkan jarum waktu memasukkan sumbu
kompor ke dalam lubang kupingku. beri aku waktu
satu menit lagi untuk menyalakan korek api. beri
aku waktu untuk membersihkan kakiku sebelum
pergi. sebentar saja untuk membeli satu botol
minyak tanah. sebentar saja untuk melihat api
menerangi lubang kupingku yang gelap, biar aku
bisa melihat jarum waktu yang jatuh dalam lubang
yang gelap itu. biar aku bisa merasakan waktu
seperti mencium bau daging mentah dalam lubang
yang gelap itu.

tidak. aku tidak membiarkan kamu pergi. aku juga
tidak membiarkan kamu datang. aku hanya sedang
melihat sumbu kompor yang terbakar di lubang
kupingmu.

aku hanya melihat usia ketakutan yang terlalu tua
hidup dalam lubang gelap itu.
...

sudah 10 hari aku berada dalam sebuah kereta api,
pulang dan pergi ke kota yang sama. dalam kereta
api itu mataku selalu tertuju ke tas para penumpang.
aku bertanya mungkin ada kolam renang dalam tas
mereka. mungkin juga ada restoran untuk makan
malam. tapi tas mereka bungkam seperti diri
mereka. mungkin para penumpang itu sedang
membuat rumah dalam tas mereka, saat mereka
bungkam. ketika seluruh penumpang mulai tidur,
aku bermain-main dengan tas mereka. aku masuk
ke dalam tas mereka. aih, aku menemukan coklat
dan telur asin. kartu nama yang sudah kusam. aku
kenakan pakaian yang mereka bawa dari dalam tas
mereka, lalu aku membuat pesta makan malam
bersama pakaian-pakaian itu dalam tas mereka,
seperti membuka sebuah kota.

jangan menangis lagi, kataku. di luar, waktu
sedang berjalan di belakang kita. di luar, tak ada
lagi tas untuk menyembunyikan diri kita.
...

Afrizal Malna Biography

Afrizal Malna was born in Jakarta in 1957. He studied for a time at the Driyarkara College of Philosophy in Jakarta before dropping out. In common with the work of Joko Pinurbo, a prominent theme in Afrizal Malna’s poems is the material aspects of urban existence. He is fond of juxtaposing images from daily life in a noisy, almost chaotic, manner, and the titles of some of this poems reflect this: ‘Anthropology of Coca-Cola Cans’, ‘Red Fanta for the Gods’, ‘Migration from the Bathroom’, ‘English Lesson on Body Weight’. He seems keen on finding links between objects in his poems, seeking – in his own words – a “visual grammar of things”. This intimation of secret connections among objects informs much of his poetics.)

The Best Poem Of Afrizal Malna

Little Taps On The Knee

i tap my knees, there is a land collapsing. listen.
this land is like a saturday night that has died.
like a river strolling across a bridge. knees are
not like cities you build in the mouths of exhaust
pipes. not the sort of happiness that rustles like a
plastic shopping bag, a place where people throw
the night away in chatter and search for a brief
embrace out of the usual loneliness. the usual
embrace. damn. like a broken dish, leaving a
black hole within. and i stand and my knees are
already gone. my knees have already left my
body. then i throw out this body without knees.
i throw it out near the window. i am alarmed.
just where am i now? outside the window or
within the window. who was thrown away? did i
throw my own body out of the window, or did
the window throw me out? how do i find my way
now apart from my body? later the cats are
partying on saturday night. they make a
country out of broken dishes. i see broken dishes
on saturday night. i see the broken pieces of
saturday night in a black hole gaining muscle. i
hear my knees suppress all of it. about a land
collapsing on your pillow. about the book of
matches in your body.

Translation: 2010, Nukila Amal

Afrizal Malna Comments

Afrizal Malna Popularity

Afrizal Malna Popularity

Close
Error Success