Tak Ada Surga Untuk Sebuah Kebodohan Poem by Titon Rahmawan

Tak Ada Surga Untuk Sebuah Kebodohan

Apa yang kaulihat di layar yang berpendar ini, Kay? Serupa senja yang tumbuh dari sebatang pohon di sebuah tempat yang kaubayangkan seperti surga.

Cahaya lampu itu menyapu wajahmu dengan warna lembayung dan berkilau seperti sayap kupu-kupu. Tapi tak ada apapun yang kutemukan pada seri wajahmu selain nafsu yang tertahan dan seulas senyum kemesuman.

Persis di puncak penantian dari segala perhatian yang tertuju pada dirimu. Mata yang tak pernah menyadari, bahwa mereka tengah tersesat dalam raga belia yang entah milik siapa. Pada aura kemudaan yang berasa sia-sia.

Benarkah, telah kaureguk semua kebahagiaan dari wajah-wajah tolol yang ditunggangi oleh nafsu alter egonya? Atau barangkali, telah habis kauhirup wangi dari kelopak mawar hitam yang tumbuh di ranjangmu setiap pagi?

Sudah lama sekali rasanya waktu berlalu. Seperti ketika kau masih suka nongkrong di cafe sambil meneguk cappucino dari cangkir yang perlahan mulai retak. Sementara laju usia terus mengalir dari tenggorakanmu yang bening bagai pualam.

Waktu meninggalkan jejak buta di dalam hand phonemu. Menyisakan tatap mata orang-orang yang tak lagi mampu memahami atau menafsirkan apa yang tengah engkau lakukan.

Bukankah, mereka tak lagi melihatmu sebagaimana adanya dirimu saat ini atau sepuluh tahun dari sekarang. Tak satu pun dari mereka yang percaya, bahwa saat itu usiamu masih belum lewat dua puluh tahun.

Mereka hanya mendamba merah muda anggur kirmizi yang tumbuh di dadamu. Tetapi tak ada satu pun telinga yang sanggup melawan sihir dari gelak tawamu yang terdengar getir. Mata-mata bodoh yang tak sanggup melupakan bayangan pisang yang dengan brutal kaukunyah sebagai kudapan di tengah jeda pertunjukan.

Benarlah, hidup tak seperti kecipak ikan di dalam aquarium transparan yang tertanam di dinding. Atau air kolam di pekarangan yang seakan menjelma jadi bayangan jemari yang tak henti menggapai-gapai. Menjadi gelembung-gelembung kekhawatiran yang seakan tak sanggup memahami makna puisi yang sengaja ditulis untuk mengabadikan namamu.

Ketauilah Kay, taman yang kau bayangkan itu bukanlah surga yang sesungguhnya. Di sana tak ada sungai keabadian atau pangeran tampan yang sengaja menunggu kehadiranmu. Yang ada cuma kelebat kilat dan hujan airmata hitam. Mengucur seperti lendir laknat yang mengalir dari hidungmu saat kaumeradang karena influensa.

Di sana tak ada satu hal pun yang menyenangkan, Kay. Hanya sedikit saja tersisa hal-hal yang busuk dan menjijikkan, sebagai bahan obrolan satu-satunya untuk perintang waktu.

COMMENTS OF THE POEM
READ THIS POEM IN OTHER LANGUAGES
Close
Error Success