Titon Rahmawan

Titon Rahmawan Poems

'Don't give me anything
Even if it's your attention
Even if it's your love
Even if it's your tears
...

My dear Glenda, may I sit here with you, between these cold and silent tables and chairs? I don't want to start a conversation about rain, but I'll tell you a dream;

Is a hatchling that sinks in the sand on a hidden beach. She was longing for a beautiful house, like the shadow of the sea that she once lived with her father and mother. But she forgot where. The house felt distant and unreachable from her memory.
...

There is a cleft wound similar to a pot lip in everyone's heart. A defect that they try hard to hide from the world. But we shouldn't wear a mask just to cover a little wound. We don't have to digest everything with those suspicious eyes.

So, listen to what your mother has to say, my dear. Humans don't have to be perfect to be appreciated. Just as beauty can come from small and simple things. Including what appears on a shabby piece of batik cloth or a teacup with a broken end.
...

What might you believe is a punishment, Kay? Shouldn't a step leave a trace that you want to deny in the future?

Memories are the sap that drips from the wound of a tree. As for the memories buried in the courtyard, were the bones that the thieving dogs dug up at night.
...

Why did you plant those roses on the side of the road Kay?

Was it on purpose, so everyone could adore her or pretend to love her?
...

Mengapa kami mesti mengarungi laut rembang ini hanya untuk pulang kepadamu? Merenangi selebu segara duri hanya untuk mengasah mimpi atau sejenak menggantang rindu.

Ke mana kompas menunjuk arah, menghampar layar dan melais perih demi menerjemahkan riwayat luka sang waktu?
...

Sungguh di dalam atmaku yang paling debu, aku tak layak mendamba dirimu sebagai kekasih hatiku.

Karena engkau kelopak angsoka tumbuh kejora di mataku, dalam bius pesonamu aku tidur dan terlelap.
...

Sebab bagiku kau masih serupa ibu yang melahirkanku yang menuntunku berjalan dan mengajariku berlari. Namun mengapa tak juga lepas dahagaku daripadamu? Meski telah kureguk engkau hingga tumpas tandas.

Hingga kempis payudaramu hingga perlahan surut laut dan air matamu. Hingga padam langit dan seluruh jagat raya.
...

Demikianlah, ia melekapkan bunga pada malainya, putik pada tangkainya, daun pada rantingnya dan buah-buah berwarna kuning cerah pada setiap cabang dari dahan pohon pengetahuan itu. Sebagaimana ia melekatkan putih yang semenjana pada paras wajah perempuan yang ia ciptakan dari tulang rusukku.

Sedemikian rupa, ia pulaskan secebis rona apel merah pada keluk bibirnya untuk menyenangkan hatiku. Lalu ia gabungkan kilau cahaya Sirius, Canopus dan Arcturus pada bening biji matanya agar aku dapat berkaca di kedalamannya yang hijau lumut.
...

Engkau pikir, aku akan memberimu sebuah ciuman untuk kegembiraan yang tak sepenuhnya ikhlas kauberikan. Padahal pada setiap helai daun itu aku telah memasang mata sekadar untuk mencuri lihat apa yang akan engkau lakukan.

Walau kau tak sepenuhnya mengerti, berapa banyak kamera yang sengaja aku pasang di sini, di sanctuary-ku ini. Itu sebabnya tak akan mudah bagimu untuk menaklukkan diriku dengan cumbu rayuanmu yang sudah usang itu. Sekalipun dengan kesabaran dan ketekunan yang boleh jadi telah membuatmu memenangkan banyak pertempuran.
...

Jangan bicara tentang kesucian padaku, sebagaimana cinta yang kauelu-elukan bakal abadi. Sebab tak ada cinta yang serupa itu di sini, di atas papan pertempuran ini. Sang raja tak menitahkan sang menteri untuk takluk, melainkan sembunyi dari rasa jerinya sendiri. Sebab, pion-pion itu terlalu tergesa untuk mengejar sebuah kemenangan.

Di atas papan catur inilah kita beradu. Antara kau dan aku, serta sejuta varian pembukaan yang akan menuntaskan seluruh rindu dendammu padaku. Aku tak akan menyerah begitu saja, meski gelar grandmaster telah kausandang sejak seabad yang lalu.
...

Dari balik tingkap ini aku sengaja mengintaimu. Memasang kamera pada jalusi untuk melihatmu mencumbui malam. Seperti gerimis yang baru saja turun, menggiringmu melewati teras rumah tetangga lalu sengaja menggeletakkan tubuhnya di atas sofa abu-abu yang dulu engkau beli dari pesta Sri Ratu. Tangan-tangan hujan tidak meronai pipimu dengan warna merah jambu, melainkan coklat tua agar senada dengan jaket yang dikenakannya.

Walau, ia hanya seorang penjaga yang membawa suar kemana-mana. Namun ia juga adalah samudra tak bernama yang tak urung menelikung tubuhmu dengan kata luas tak terperi. Sebagaimana kata-kata rayuan yang diucapkannya bergema bersama lantunan tembang-tembang lawas yang ia rekam sepekan sebelumnya dari sebuah aplikasi di internet.
...

Bila kau kira aku hanyalah kembang telang penggoda, alih-alih karena rupaku yang menyerupai farji perempuan, maka engkau adalah sapi yang dibawa orang ke tempat penjagalan. Sebab tidaklah pantas sebuah kehormatan dipertaruhkan untuk pikiran-pikiran kotor yang tersembunyi dan hasrat rendah yang tidak kita kenali.

Ingatlah selalu, aku bukanlah candu pemuas nafsumu. Aku bukanlah tanaman yang merambat di pagar untuk menarik perhatianmu. Bukan pula ranting pohon yang masuk pekarangan rumah orang untuk dipatahkan. Karena aku tidak pernah menunggu untuk menyatakan pikiran dan perasaanku. Tidak seperti dirimu, aku bukanlah merpati pemalu atau kupu-kupu biru biasa, wahai engkau kumbang tahi yang tak tahu diri.
...

Sejarah tidak mencatat namaku hanya untuk kemudian menghapusnya. Hanya karena namaku Messalina. Ada yang tak orang mengerti tentang diriku kecuali kedegilan hati mereka sendiri. Bukankah setiap orang menggunakan pikiran dan nafsunya demi memburu kesenangan? Tapi apalah arti sebuah kesenangan kalau bukan kesenangan itu sendiri?

Kebanyakan orang tak berani mengatakannya. Diam-diam mereka memuja kecantikan dan keelokan bidadari seperti terang cahaya matahari. Orang terpesona oleh kenikmatan purba dan berpura-pura tak mengenalinya. Tak sudi menyapa atau membisikkan namanya, walau cuma di dalam hati.
...

Jelas bukan mulut manis yang sanggup menelan seribu duri landak yang layak menduduki puncak gelas seperti kristal yang berdenting nyaring di tengah hingar-bingar kesunyian ini.

Bukan juga hati yang lapang seluas samudra dan telah menenggelamkan seribu kapal di Segitiga Bermuda yang mereka ijinkan mencampurkan gula, susu dan es batu menjadi satu.
...

Dua tanda mata di pipi kanannya menyiratkan air mata yang tak pernah dititikkannya. Sebab luka itu seperti candu yang membuat niatnya hijrah tak kesampaian.

Sesungguhnya, ia tak ingin pergi kemana-mana selain ke surga. Oleh sebab itulah, mengapa ia membuat sebuah tangga menuju ke langit. Yang tak ia ketahui adalah, bahwa sebenarnya tak ada surga di sana.
...

Ia adalah shisha yang dihisap semua orang. Luka yang memberi kenikmatan di mata para pencari dusta.

Tidak ada penafsiran apapun untuk sebuah puisi gelap yang terang-terangan membutakan dirinya sendiri. Ia bukanlah ghazal atau puisi semacam itu.
...

Masih ingin kubertanya untuk apa yang tak sanggup aku mengerti - dari sebotol bir yang kautuang ke dalam gelas - hanya untuk membuatmu melupakan dunia dan barangkali diri sendiri;

Apakah kepedihan serupa itu yang hendak kautanggalkan dari tubuhmu?
Seperti sepotong lingerie yang mesti kaulepas di depan layar laptop yang kaubenci setiap hari.
...

Apa yang kaulihat di layar yang berpendar ini, Kay? Serupa senja yang tumbuh dari sebatang pohon di sebuah tempat yang kaubayangkan seperti surga.

Cahaya lampu itu menyapu wajahmu dengan warna lembayung dan berkilau seperti sayap kupu-kupu. Tapi tak ada apapun yang kutemukan pada seri wajahmu selain nafsu yang tertahan dan seulas senyum kemesuman.
...

Kau tahu, aku masih mencari kebahagiaan untuk diriku sendiri dan barangkali untuk kita berdua, Kay. Tapi tidak seperti kegembiraan semu yang pernah engkau miliki, kalau itu yang engkau mau. Kebahagiaan semestinya bukanlah cuma angan-angan belaka.

Bukankah selama ini, ia hanya hantu yang membayangi semua langkah kita? Lagu muram yang entah mengapa masih setia engkau dengarkan. Lagu yang sama yang kau putar berulang kali di tengah riuh rendah umpatan dan juga hujatan.
...

Titon Rahmawan Biography

Titon Rahmawan is a writer from Indonesia, besides writing poetry, he also writes short stories, quotes, and novels. His published book is a novel titled Turquoise.)

The Best Poem Of Titon Rahmawan

Don't Give Me Anything

'Don't give me anything
Even if it's your attention
Even if it's your love
Even if it's your tears
Don't give me your sadness
Don't give me your anger
Don't give me your thirst
Don't give me anything
Because I still wander the skies to find all traces of you, Mother.'

; But dear, how can you say such words? Haven't I given you flowers? I have given you the sun. I have given you grass and leaves. I have given you the sea and the sand of the beach. Why still?

Haven't you sipped enough milk from my loneliness? You feel the pain of my wounds, just as you once cried out happiness under my belly like the knife strokes that welcomed your presence. How everything is still silent. I gave you a warm fire, I gave you a touch of the morning, I gave you a gentle song from the bottom of my heart that you knew held a million worries. How can you still say such words?

I still give you light until half of my life. I gave you laughter from half of my death. I gave you eternal memories and eternal dreams. I gave you everything, even if it was just a simple box of lunch that I hoped would satisfy your hunger.

How I always wanted to be there for you, my dear. Because I only have one request, nothing more. Let me be your traveling companion, your friend in times of trouble, the bringer of joy in times of leisure.

Just as I used to hug you and lay you on my lap, let me be the bread that fills your hunger, the solace when you are tired, the panacea when you are sick.

Wasn't I there when you learned to stand and am I still there when you fall? I was faithfully waiting for you when you ran after the moon and the sun. And even though time continues to creep up on me with the flow of age, until maybe I'm no longer able to stand upright like before. I will never give up on you, my dear. No, I will never give up. Because for me, you are enough just the way you are.

But can you be enough with all your pride? Enough with what you have. Enough with all the prayers that endlessly drip from the corners of my heart that hopefully become the most heavenly hope. Your heaven, dear. Even though I know it will disturb your restful sleep. Although it will add to your restless working time.

Because I know how hard you struggle. For every drop of sweat you shed when you have to run to catch the bus that comes to pick you up. When you can't take your mind off the computer screen that never stops blinking. When the morning comes and the rush comes like rain that never ends whacking.

Suffice yourself with your mother's love, dear. Even though later, no more cynical remarks slide from Mom's wrinkled lips. Rest assured, the door to Mother's heart will always be open for you, whenever you want to come home.

Titon Rahmawan Comments

Titon Rahmawan Quotes

We don't become white even if we wash ourselves with a kilo of soap. We are not angels who do not know the word sin, but we are also not devils whose work is nothing but misleading. In humans there are always paradoxes, contradictions and inconsistencies, but that doesn't mean our existence has no meaning. Black and white humans cannot be seen solely from their skin color, degree level, gender differences or other dichotomous things based on social stratification in society. In fact, life is not always what it seems. Life is not a story in fiction or superhero stories. We don't pull everything into the corner where we want to stand. Seeing things from a perspective with binary opposition; honesty versus hypocrisy, egoism versus altruism, good versus evil, batman versus joker...

Not black or white. Neither dark nor light. Because heaven and hell are not ours. Only the voice of the Lover will continue to echo in the silence of the jungle. Rippling on the surface of the lake, 'Dear Beloved, how would I give my heart just for you? ' That voice was heard in the middle of the desert. A voice knocking on the door in the dead of night. It is the sound of the wind. It is the cry of the songbird. Why does it rain so quickly? Why does the sun run away in a hurry? Why do humans fight over truths that don't really belong to them?

But we never want to talk about sadness without leaving a scar. We don't even realize that behind the wound inside the oyster's body is a beautiful pearl.

No! We don't have to lie for good reason. Whatever the reason, lies are lies. And there is not a single lie that leaves no scars. It will always be painful

Destiny will open the way for people who have hope and determination. Fate will drown people who have no intention, ambition and motivation.

Silence is as bad as indifference, which is what makes injustice rampant.

Humanity ends when there is a disregard for the rights of others and a denial of the existence of others

Concern never remains silent, it shouts out loud.

Speak, when all other voices are silenced!

Close
Error Success